Sukseskan Pelaksanaan Kurikulum 2013, untuk Pendidikan Indonesia yang Berkualitas

8 Desember 2010

Agar Anak Tak Bicara Kasar

Ayah/Bunda mungkin pernah merasa kaget ketika putra putri kita tiba-tiba mengucapkan kata-kata kasar/kotor yang tidak pernah diucapakan sebelumnya, padahal Ayah/Bunda dirumah tidak pernah mengucapkannya. Kebanyakan anak menirukan kata kasar/kotor ini, karena mereka belajar/mendengar dari lingkungan.

Anak adalah buah hati orangtua. Ketika lelah sepulang kerja kemudian melihat tingkah laku mereka, suasana hati ini bisa menjadi suka ceria, rasa lelah medadak menguap entah kemana. Lucu dan menggemaskan. Tapi bagaimana ketika dalam suasana lucu tersebut tiba-tiba cara bercanda si anak berkata kasar, seperti "jelek loe", "awas kudorong nanti", atau bahkan kata-kata kotor yang tentu saja tidak bisa ditulis disini, pasti Ayah/Bunda merasa kecewa atau malah merasa Shock.

Banyak orangtua mengaku risih mendengarkan kata-kata tersebut. Memang buat anak-anak, berkata-kata kasar adalah hal yang 'tabu'. Ketika masih kecil dan polos, tidak seharusnya seorang anak menirukan ungkapan yang belum pantas.


Kebanyakan anak menirukan kata kasar ini, karena mereka belajar dari lingkungan. Mungkin dari teman main dirumah, sekolah, tempat les atau bahkan dari tontonan film dan sinetron televisi yang mereka lihat.

Banyak penuturan orangtua mengungkapkan, sang anak meniru karena mendengar dari kakak kelas, tetangga dan teman les yang rata-rata usianya lebih tua.

Namun meski itu hanya kata-kata dan menjadi bagian dari pergaulan, hal tersebut tidak boleh dibiasakan. Anda sebagai orangtua yang baik harus segera mengingatkannya.

Perlu Anda ketahui bahwa anak-anak adalah seorang peniru ulung, apa yang mereka lihat dan dengar terutama dari orang tua akan disimpan didalam otak dan biasanya akan muncul ketika mereka marah.

Maka ketika anda sedang marah karena sang anak sulit untuk dikendalikan, marah dengan pasangan atau karena hal-hal lain. Jangan sekali-kali Anda mengeluarkan kata-kata kasar (kotor). Ingat sekali lagi, anak-anak suka sekali menirukan orang tua mereka.

Disarankan bagi Anda pun untuk tidak melakukan hal-hal yang kasar. Cukup dengan jelaskan apa kemauan Anda dan berikan alasannya.
Kemungkinan lain sang anak mengatakan kata-kata kasar karena ingin mencari perhatian. Khususnya hal ini bisa terjadi jika dalam rumah tangga tidak ada aturan dilarang berbicara dengan ungkapan kasar. Antar orangtua misalnya, atau antara Anda dengan suami atau istri Anda.

Anak-anak juga mengetahui bahwa dengan berteriak atau mengungkapkan-kata-kata kasar, mereka menjadi seperti berkuasa. Hal ini dilakukan anak-anak dengan tujuan tertentu.

Jika anak Anda melakukan hal ini, maka tekan dia, jangan berikan ruang untuk mengulangi tindakan tersebut, karena jika hal itu menjadi kebiasaan, penghargaan anak terhadap diri Anda akan berkurang. Tetapkan peraturan dan jelaskan bahwa kata kasar/kotor bisa menyakiti orang lain, segera beri peringatan jika anak mengucapkan kata kotor, dan berikan time out ketika setelah peringatan perbuatan tersebut diulangi lagi.

Berikut ini langkah-langkah yang disarankan oleh Psikolog The lyn Fry Association, Dr Lizzie Dark untuk mencegah anak berkata kasar:

1. Awasi cara bicara Anda dan keluarga
2. Pilih program televisi yang benar-benar tidak mengandung unsur kekerasan.
3. Pilih dan gantikan kata-kata kasar dengan ungkapan lain
4. Acuhkan si anak jika bicara kasar
5. Tanyakan, kenapa mereka mengucapkan kata kasar, mengapa?
6. Coba jelaskan bahwa hal itu bisa melukai perasaan orang lain.
7. Puji mereka ketika melakukan perbuatan yang baik.
8. Terapkan aturan yang tegas
9. Kerjasama dengan pihak sekolah. Buatlah semacam pertemuan dengan guru kelas untuk mengawasi sang anak, sehingga mereka benar-benar tidak mengucapkan kata-kata kotor tersebut di sekolah.
10. Selain mengingatkan anak Anda, alangkah lebih baiknya juga jika Anda mengingatkan teman-teman si anak(saat mereka main dirumah anda) jika mereka mengatakan kata-kata kotor. Nasehati mereka dan terapkan peraturan yang sama dengan anak Anda.

Sumber : VIVAnews Maryadie, Agus Dwi Darmawan

5 Desember 2010

Bantuan untuk Mbah BloRa yang sedang pusiiing..

Mbah BloRa sebaiknya meminjam 1 ekor sapi milik tetangga dan ditambahkan ke sapi-sapi yang akan dibagikan kepada Ahli Waris. Nah sekarang jumlah sapinya ada 42 ekor. Selanjutnya sapi-sapi itu silakan dibagi kepada Ahli Waris.
Si Sulung karena jatahnya adalah setengah, maka dia mendapatkan :
1/2 x 42 = 21 ekor sapi.
Si tengah, karena jatahnya adalah sepertiga, maka dia mendapatkan :
1/3 x 42 = 14 ekor sapi.
Adapun si bungsu, yang jatahnya adalah 1/7 bagian, maka dia mendapatkan :
1/7 x 42 ekor = 6 ekor sapi.
Nah sekarang sapi milik ketiga ahli waris kalau dijumlahkan maka jumlahnya adalah 41 ekor. dan sisanya satu ekor dikembalikan kepada tetangga pemilik sapi yang telah dipinjam dong. dengan demikian semua jadi mudah karena tidak perlu menyembelih sapi dan sama-sama puas karena jumlahnya lebih dari yang mereka perkirakan sebelumnya.
Terima kasih buat semua yang telah membantu mbah BloRa ya...

30 November 2010

Pusing... gara-gara sapi!

Hari ini Mbah BloRa dapat masalah. Tetangganya (yang juga sahabatnya) yang baru meninggal bikin wasiat yang nyusahin ahli warisnya. Semua pada puyeng. Coba kalian bayangkan (“thing...” bayangkan sendiri ya...) Begini ceritanya. Mbah Karjo yang baru meninggal itu punya banyak sapi. Nah waktu meninggal ia punya wasiat supaya dibagi ke tiga orang anaknya. Nih wasiatnya:

“Jika nanti sapiku meninggal... eh aku meninggal, tolong warisan yang berupa sapi-sapiku dibagi kepada 3 anakku sesuai wasiatku ini. Si sulung aku beri setengahnya sebab dia laki-laki yang harus memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Si tengah aku beri sepertiganya, kan dia laki-laki tapi belum menikah, semoga nanti dia tambah rejeki ketika sudah menikah. Nah si bungsu beri saja sepertujuhnya. Karena dia perempuan dan alhamdulillah suaminya kaya. Semoga bermanfaat. Tolong sapi-sapinya usahakan tetap dikembangbiakkan ya.... hehehe"


Sebenarnya urusannya mudah begitu loooooh. orang tinggal membagi sapi saja kok repot. Tapi karena kebetulan sapi yang ditinggalkan Mbak Karjo jumlahnya 41. Dan semua gak mau kebagian ekor sapi jika sisa sapi pembagiannya disembelih. Mbah BloRa sudah mikir semingguan ini. Pusiiii......iing jadinya. Kasihan Mbah BloRa. Bantuin Mbah BloRa donk teman-teman....!!

24 November 2010

Salah Memotivasi, Apa Mungkin?

Judul Asli : Menghindari Kesalahan Memotivasi
Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
Tag : Sekolah Revolusioner
Sumber : www. hidayatullah.com



Sikap terbuka dan mau mendengarkan anak, sangat penting untuk dimiliki ibu

Kalau boleh, saya ingin mengatakan bahwa setiap ibu mendambakan anak-anaknya menjadi manusia yang berguna sesuai harapan orangtua.

Naluri setiap ibu menyayangi dan mendidik anak-anaknya agar kelak tidak saja berhasil bagi dirinya sendiri, tetapi sekaligus membahagiakan orangtua, tetangga dan masyarakat.

Keberhasilan anak dalam meniti hidupnya adalah keberhasilan orangtua, terutama ibu. Karena perjalanan anak banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan oleh ibu selama masa-masa perkembangan.

Didorong oleh rasa sayangnya kepada anak, seorang ibu banyak tampil memotivasi anak. Tindakan ini bagus. Anak yang berhasil, seringkali lahir justru bukan dari banyaknya fasilitas yang dimiliki. Lebih penting dari itu, motivasi tinggilah yang banyak memberi sumbangan pada semangat anak demi berusaha dan menyikapi “kesulitan-kesulitan“ yang dialami.

Tetapi…

Ada tetapinya!

Keinginan ibu untuk memotivasi anak tidak jarang menghadapi benturan karena kesalahan-kesalahan “kecil”. Tindakan memotivasi justru menjadi bumerang. Alhasil, kemauan berprestasi anak malah lemah dan prestasinya rendah.

Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan ketika memotivasi anak, yaitu:

1. Membuat Anak Merasa Bersalah

Sebagian ibu menganggap bahwa dengan menimbulkan rasa bersalah, anak akan terpacu untuk memperbaiki diri. Anak akan bersemangat untuk meraih apa yang diharapkan oleh orangtua. Tetapi kenyataannya seringkali justru sebaliknya. Anak menjadi rendah diri. Tidak mempunyai percaya diri. Dalam jangka panjang, ini melemahkan kemampuan anak dalam menyesuaikan diri maupun dalam mengembangkan kecakapan intelektual dan keterampilan kerja.

“Motivasi” yang justru menimbulkan rasa bersalah pada anak, misalnya, “Kamu sayang sama Mama, nggak? Sayang, nggak?”

“Sayang, Ma,” kata Reza. Selebihnya Reza hanya diam.

“Makanya, kalau sayang sama Mama, belajar yang baik,” kata Mama.

Rasa bersalah juga muncul ketika ibu mengatakan, “Ibu tiap hari kerja keras untuk kamu. Kalau kamu kasihan sama Ibu, kamu harus belajar. Kamu harus mendapat ranking satu. Lihat itu, Bapak tiap hari pulang sore. Cari duit itu sulit.”

2. Menjadikan Anak Merasa Anda Tidak Menganggapnya Cukup Pandai

Dody pulang sekolah. Begitu tiba, ibu langsung menanyai tentang pelajaran apa yang diterimanya tadi. Tak lupa menanyakan ulangan.

Ini dia awal kesulitan Dody. Hari itu ada ulangan Matematika. Dia mendapat nilai 7.

Sebenarnya nilai yang bagus untuk Matematika. Tapi Dody tahu, kalau mengatakan yang sebenarnya, ia akan menghadapi risiko diomeli ibu. Tapi kalau berbohong, Dody ingat itu mendatangkan dosa.

Akhirnya Dody menunjukkan kertas hasil ulangan. Seperti diduga, ibunya segera berkomentar, “Aduh Dody. Masak berhitung begini kamu nggak bisa sih? Ini kan mudah, toh! Coba lihat itu Mas Iwan, pintar dia.”

Dody kecewa. Ia sudah mendapat nilai lebih tinggi dari kebanyakan temannya, tapi tetap tidak mendapatkan penghargaan dari orangtua. Ibu menganggapnya tidak cukup pandai.

Mental anak sangat terpukul. Ungkapan ibu semacam ini dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Pada gilirannya, anak mudah merasa putus asa.

Anak juga merasa dirinya bodoh. Karena merasa bodoh, ia cenderung tidak mau belajar. Ia banyak melakukan hal-hal yang kurang meningkatkan kecerdasan. Sehingga, akhirnya ia mendapati benar-benar bodoh di sekolah. Inilah yang disebut self-fulfiling prophecy (nubuwah yang dipenuhi sendiri).

Memotivasi dengan bentuk-bentuk ungkapan semacam itu justru bisa membodohkan anak. Ungkapan yang dimaksudkan oleh ibu untuk membangkitkan potensi anak, sebenarnya justru merusak potensi yang besar.

Seharusnya, ibu tetap menunjukkan kehangatan. Bahkan ketika anak mendapat nilai jelek pun, ibu perlu memberikan kehangatan dan penerimaan. Sikap yang demikian akan menimbulkan rasa aman dan perasaan diterima pada diri anak, sehigga ia akan bersemangat untuk mencapai yang lebih di saat berikutnya tanpa perasaan tertekan dan terbebani.

Sementara kalau anak mencapai prestasi yang memuaskan, seperti yang dicapai oleh Dody misalnya, ibu perlu menunjukkan sikap menghargai. Ibu memberikan penghargaan dan pujian yang memadai. Tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu kikir memuji.

3. Menghancurkan Harga Diri Anak

Anda sangat tidak menyukai kalau keburukan Anda atau hal-hal yang Anda anggap sebagai wilayah pribadi diungkapkan kepada orang lain. Apalagi jika yang mengungkapkan rahasia pribadi Anda itu adalah orang yang paling dekat, suami, misalnya. Rasanya sakit sekali. Ada kekecewaan bercampur amarah. Ada perasaan malu yang amat sangat bercampur dengan kejengkelan.

Kalau Anda saja merasa demikian, apalagi anak Anda yang masih belum memiliki integritas diri yang kukuh? Tapi ada kalanya orangtua menghancurkan harga diri anak dengan maksud menumbuhkan semangat pada diri anak untuk mencapai prestasi terbaik.

“Pokoknya kalau Andi tidak bisa mendapat nilai yang baik, Mama akan cerita sama Ita. Kalau Andi nggak ingin Mama cerita, Andi harus memperbaiki prestasi.”

Atau, “Sudah, kalau Tony nakal terus, nanti Mama bilang sama Papa.”

Ungkapan-ungkapan seperti itu sangat mengganggu harga diri anak. Tetapi yang lebih menghancurkan harga diri adalah kalau ibu benar-benar menceritakan kepada orang lain. Ini yang kadang secara tidak sadar dilakukan oleh ibu. Misalnya ketika ada teman sedang menceritakan anaknya melalui telepon, dengan maksud mengimbangi maupun basa-basi, kadang ibu tanpa sadar menghancurkan diri anak.

“Aduh, Bu. Sama dengan anak saya. Yang nomor tiga itu, Si Pras, itu, aduh… malas sekali kalau disuruh belajar. Sampai jengkel saya kalau menyuruh dia!”

Sikap ibu ini dapat menjadikan dawdling, yaitu sikap negatif anak dengan tidak mau melakukan apa yang diperintahkan orangtua dengan harapan orangtuanya marah. Kalau orangtua marah, ia memperoleh kepuasan (baca Suara Hidayatullah edisi Juni 2007). Pada saat ini, ia mengungkapkan kejengkelannya pada orangtua.

4. Membuat Anak Defensif

Situasi yang memojokkan membuat seseorang harus bersikap bertahan (defensif), tidak menuruti kemauan pihak yang menghendaki berubah. Jika sangat terpaksa, ia akan menurut. Tetapi hanya asal tidak mendapat tekanan. Asal tidak dimarahi. Atau, ia menjadi apatis.

Ibu kadang memotivasi anak dengan cara memojokkan, misalnya, “Kamu pasti nggak sayang sama Mama. Kalau kamu sayang sama Mama, kamu nggak akan malas. Ayo, sekarang belajar.”

5. Mendorong Anak Balas Dendam

Saya pikir, tidak ada orangtua yang menginginkan anaknya balas dendam. Tetapi ternyata, ada pola-pola komunikasi yang cenderung membuat anak terdorong untuk balas dendam. Misalnya, “Pokoknya kamu harus les Matematika. Ibu nggak mau mempunyai anak yang tidak pandai Matematika. Kalau Bahasa Indonesia , mudah dipelajari. Semua orang bisa menguasai.”

“Tapi, Deka pingin belajar karate, Ma.”

“Nggak. Pokoknya kamu harus les Matematika. Kamu boleh belajar karate, tapi nanti, kalau kamu sudah pandai Matematika,” tegas ibu keras.

Sebenarnya sikap tegas sangat perlu ditegakkan dalam keluarga. Tetapi ketegasan harus berlandaskan aturan yang jelas dan dipahami anak. Ketegasan harus selaras dengan sikap menghargai inisiatif anak.

Seorang ibu bisa mengajukan alternatif sebagai hal yang harus dipilih oleh anak. Tapi ibu harus mendapat menjamin bahwa anak memahami dan menerima penjelasan yang dikemukakan oleh ibu. Lebih dari itu, ibu harus memperhatikan apakah kehendak ibu tidak justru mematikan potensi anak yang sebenarnya sangat besar dan brilian. Inilah!

Karena itu, sikap terbuka dan mau mendengarkan anak, sangat penting untuk dimiliki ibu. Sebaiknya ibu lebih banyak mendampingi dan memberikan kehangatan sehingga anak memiliki percaya diri dan harga diri yang baik.

Ini akan lebih berharga bagi anak. Prestasi anak dapat lebih dipacu, sekalipun kelak anak jauh dari orangtua.

Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

* Penulis adalah kolumnis di Majalah Suara Hidayatullah

20 November 2010

KB Yayasan Taman Pendidikan Rahmat Kirim Ekspedisi Bantuan Merapi

Sabtu, 20 Nopember 2010, Tim Ekspedisi Pengiriman Bantuan Merapi Yayasan Taman Pendidikan Rahmat Kediri bertolak menuju Yogyakarta. Tim yang terdiri dari Kepala Sekolah SD Plus Rahmat , Kepala Play Group Plus Rahmat, Ketua Komite Sekolah, empat orang Ustadz/ah, 1 orang wakil Yayasan dan 2 relawan ini berangkat pukul 5 pagi dengan menyewa mini bus. Beberapa personal batal ikut berangkat dalam ekspedisi ini antara Ketua Yayasan, beberapa pengurus dan Kepala TK Plus Rahmat, karena tugas lain.

Bantuan Merapi tersebut merupakan sumbangan dari Yayasan Taman Pendidikan Rahmat serta dari wali murid Play Group, TK dan SD Plus Rahmat. Sampai di Kota Yogya sekitar pukul 11.20, rombongan baru masuk ke Posko Pengungsian Korban Erupsi Merapi UMY sekitar pukul 12.00 disambut oleh Tim Pelaksana Distribusi Bantuan merapi yang terdiri dari Mahasiswa dan Relawan.

Kepala SD Plus Rahmat, Ustadzah Tutut, mewakili penyerahan bantuan barang-barang kebutuhan pokok kepada relawan di Sekretariat posko secara simbolis.








Ketua Komite sekolah Play Group, TK dan SD lus Rahmat, Bapak Agus Purwantoro, mewakili penyerahan bantuan berupa dana tunai kepada bagian administrasi di sekretariat posko secara simbolis.






Selama di Posko, tim ekspedisi menyempatkan menjenguk lokasi pengungsian yang ditempatkan di sebuah ruangan lantai dasar yang sebelumnya merupakan sekretariat UKM. Syukur Alhamdulillah, keadaan para pengungsi sudah lebih baik. Posko Pengungsian Korban Erupsi Merapi UMY merupakan lokasi pendukung dari lokasi-lokasi lain yang ternyata jauh lebih banyak menampung para pengungsi seperti di Maguwoharjo.

Semoga bantuan dari Keluarga Besar Yayasan Taman Pendidikan Rahmat dapat meringankan beban para pengungsi dan semoga kondisi yogyakarta semakin membaik dari hari ke hari sehingga para pengungsi dapat lebih berdaya dan berkarya kembali, sebagaimana yang mereka harapkan. amiin.

KB Yayasan Taman Pendidikan Rahmat Kediri Selenggarakan Sholat Iedul Adha 1431H

Sebagai wujud aplikasi penanaman keimanan dan ketaqwaan dalam pendidikan, SD Plus Rahmat Kediri melaksanakan kegiatan Sholat Iedul Adha 1431 di sekolah. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari upaya menghidupkan syiar Islam bulan Dzulhijah sebelumnya yaitu Manasik Haji Anak yang telah dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 Nopember 2010 di lapangan Brimob Jalan veteran Kediri.



Pelaksanaan kegiatan ini menurut panitia merupakan kegiatan kali ketiga sejak dimulainya pelaksanaan sholat Iedul Adha di sekolah. Sholat Ied yang dilasanakan pada hari Selasa 16 Nopember 2010 tersebut diikuti oleh seluruh guru dan karyawan Yayasan Taman Pendidikan Rahmat beserta para siswa dan masyarakat sekitar. Selaku Imam dan Khotib pada pelaksaan kegiatan ini adalah Ustadz Firhan Prayogo dari pekalongan. Kegiatan yang dilaksanakan di Halaman SD Plus Rahmat tersebut diharapkan menjadi bagian keikut sertaan seluruh keluarga besar Yayasan Taman Pendidikan Rahmat dan warga sekitar dalam perannya sebagai penggaung syiar Islam. Seusai sholat Ied para siswa mendapatkan snack untuk dinikmati.

16 November 2010

Manasik Haji Anak (eps. 5 terakhir)

PARA PUNGGAWA MANASIK HAJI SD PLUS RAHMAT









Manasik Haji Anak (eps. 3)

KHUSUS ROMBONGAN KELAS 5 SD PLUS RAHMAT

Cukup diawasi dari jauh sudah bisa jalan sendiri. Rapi pula.
Sudah pantas pergi ke Makkah nih









Shafnya sudah rapi banget nih
Pantas dapat jempol nih










Wah lari-lari kecil pada saat Sa'i nih... enak dan menyehatkan. Maklum masih pagi.
Loh kok agak berantakan????








Bismillaahi walloohu akbar. Harus berani melawan penghalang yang mengganggu setiap pengabdian kepada Alloh.
Betul... harus semangat... Bismillaahi wallohu akbar





Bismillaahi wallohu akbar... Wah, entar pulang manik-maniknya tak ambil lagi deh buat kalung..hihihi..
Wah kok masih ingat dunia nih... harus ikhlas loh..

Manasik Haji Anak (eps. 4)

Di Sisi Lain:
"MEREKA YANG TURUT MENDUKUNG
TERSELENGGARANYA MANASIK HAJI ANAK"









Manasik Haji Anak (eps. 2)

Ayo anak-anak kita berlari-lari kecil, meneladani perjuangan Ibu Hajar yang mencarikan air untuk putranya. Kita harus tetap semangat.
Tetap semangat meskipun menjadi rombongan terakhir dan berada di bawah terik matahari.


Segarnya minum air Zam zam, apalagi habis muter-muter thawaf, Alhamdulillaah...
Wah ustadzah baik ya... lagi promosi komoditi baru nih...


Di "Padang Arafah" mendengarkan petuah dari khotib Iwan Bastomi, "InsyaAlloh kita berharap dan berdoa semoga seluruh peserta Manasik Haji Anak akan segera dipanggil Alloh..... untuk datang ke Makkah melaksanakan haji yang sebenarnya..."
Amiin... kirain dipanggil oleh Alloh titik. InsyaAlloh ustadz...


"Nah sekarang kita berada di Multazam, tempat yang diijabah atau tempat dimana jika kita berdoa mudah dikabulkan. Mari kita berdoa untuk semua orang yang kita sayangi..."
Wah berarti kita mendoakan semua orang Islam donk, kan kita sayang semua orang Islam. Mereka semua saudara kita..


"Hihihi... aku ganteng ya?... apalagi kalau pakai baju Ihram ini. Dan lihat senyumku, manis bukan?"
Hihihi ayo ditinggal sembunyi... mumpung mas Rafli merem...!

15 November 2010

Manasik Haji Anak (eps. 1)


Perhatian para jamaah diharap tetap rapi dalam melaksanakan thawaf, supaya bisa khusu' dan tidak tertinggal oleh rombongan.







"Robbighfirli waliwalidayya warham huma kamaa robbayaanii shoghiiroo, Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku,. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku di waktu aku masih kecil"
Wah ini sudah pada besar ya?



Nih pada menunggu pesawat terbang yang akan memberangkatkan jamaah ke lokasi manasik. Eh... anak-anak, kita mau dipoto wartawan nih. Ayo action dulu.

Wah Ustadz Suryana bisa action juga ya?










Sambil menunggu giliran berangkat thawaf, ngobrol dulu dan pasang aksi.

Wah aksinya kayak pemain band aja, mo buat sampul album ya?




Para narator manasik haji anak sedang bertugas... "Saat ini jamaah haji dari Amerika telah selesai melaksanakan thawaf. Mereka sedang menuju ke Pintu Kakbah, Multazam, untuk mendoakan kedua orang tua mereka dan orang-orang yang mereka sayangi, serta seluruh umat Islam di dunia..."
Wah harus banyak-banyak minum ih supaya tenggorokan gak kering... ya Usth?

Keluarga Besar Play Group, TK, SD Plus Rahmat Gelar Manasik Haji Anak



Ikut menyambut Tahun Haji 1431H dan memberi pembelajaran tentang syiar Islam Ibadah Haji, Keluarga Play Grou, TK dan SD Plus Rahmat menggelar kegiatan Manasik Haji Anak. Kegiatan yang biasanya dilaksanakan secara “in door” (dalam gedung) pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun ini dilaksanakan di Lapangan Terbuka. Dilaksanakan di Lapangan Brimob, kegiatan ini diikuti oleh tidakkurang dari 500 anak yang terdiri dari 11 rombongan. 1 rombongan dari anak-anak Play Group Plus Rahmat, 2 rombongan dari anak-anak TK Plus Rahmat dan 8 rombongan dari siswa-siswi SD Plus Rahmat.




Rombongan Siswa SD pada kegiatan kali ini diikuti oleh siswa kelas satu sampai dengan kelas lima. Masih seperti tahun sebelumnya kegiatan ini dilaksanakan bersama dengan Jenjang Play Group dan TK. Akan tetapi dengan sedikit merubah konsep dimana khusus siswa kelas V dilaksanakan pada bagian awal kegiatan untuk lebih memberikan pembelajaran dan pemaknaan yang lebih mendalam bagi mereka.
Manasik Haji Anak tahun ini di Lapangan Brimob Jalan Veteran, dimulai pukul 06.15 tepat oleh siswa kelas V SD Plus Rahmat sebagai rombongan pertama. Dilanjutkan dengan anak-anak Play Group Plus Rahmat yang terdiri dari 1 rombongan. Kemudian diteruskan oleh anak-anak dari TK Alif yang menjadi 1 rombongan dan disusul dengan anak-anak dari TK Ba’ yang juga merupakan 1 rombongan.
Tidak ketinggalan rombongan Siswa SD Plus Rahmat yang terdiri dari kelas I-IV terbagi menjadi 7 rombonganpun menyusul di belakangnya.
Total peserta Manasik Haji Anak tahun ini kurang lebih 500 anak.
Kegiatan Manasik Haji Anak diakhiri sekitar pukul 09.15 setelah rombongan manasik Haji Anak dari siswa kelas IV melaksanakan Thawaf Perpisahan.
Sampai Jumpa pada kegiatan Manasik Haji Anak tahun depan (InsyaAllah).

10 November 2010

Yayasan Taman Pendidikan Rahmat Kediri Menggelar Seminar Pendidikan Di Lotus Garden

Kediri, 30 Oktober 2010, Sudah menjadi agenda tahunan Yayasan Taman Pendidikkan Rahmat untuk meningkatkan wawasan baik kepada guru dan wali murid dengan wawasan kependidikan. Setelah sukses mendatangkan Kak Seto pada seminar setahun yang lalu, kali ini Yayasan Taman Pendidikan Rahmat (YTPR) mengajak audiensnya untuk menyimak paparan dari Ketua Umum Rumah Parenting Yayasan Kita dan Buah Hati dari Jakarta, Ibu Erlik Isfandiari.
Seminar yang dilaksanakan di Ballroom Lotus Garden Hotel and Restaurant pada Sabtu 30 Oktober 2010 kali ini di Pada tentang pentingnya orang tua semakin waspada pada pengaruh buruk media informasi jika tidak diarahkan dengan benar, mengingat banyaknya penyalahgunaan informasi untuk kejahatan.
Dibuka oleh Ketua mum Yayasan Taman Pendidikan Rahmat, seminar ini baru selesai pada pukul 12.30 WIB.
Tidak ketinggalan Wakil Wali Kota Kediri, abdullah Abu Bakar, yang menyempatkan hadir pada seminar ini, turut serta memberi wacana betapa pentingnya masyarakat untuk semakin intens menjaga diri dan keluarga terhadap berbagai pengaruh buruk media mengingat berbagai kasus yang juga telah terjadi di Kota Kediri.

18 Oktober 2010

Korps Ustadz/Ustadzah SD Plus Rahmat

Ustadz dan Ustadzah SD Plus Rahmat merupakan manusia yang berupaya memberikan sumbangsihnya pada Islam dan negeri ini di bidang pendidikan. Sebuah pengabdian yang tulus diberikan untuk mendidik anak bangsa demi lebih memiliki jati diri dan cinta pada negeri. Mereka menumbuhkan semangat bagi anak didik agar memiliki jiwa membangun dan daya juang untuk menjayakan negeri ini, dengan semangat 'khoirun naasi anfauhum lin naas' bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain.

Delapan jam waktu mereka, mereka dedikasikan untuk siswa-siswinya. Dan bahkan dalam tidur mereka ada mimpi yang menggambarkan kesuksesan anak didiknya. Murid-muridnya bak anak mereka sendiri. Senyuman dan pelototan mereka tak lain untuk kebaikan murid-muridnya. Di waktu jeda mengajar, mereka membicarakan tingkah polah anak-anak di kelas dan mendiskusikan bagaimana cara-cara meningkatkan prestasi para siswa.

Subhanalloh... mereka juga manusia yang ternyata punya lelah dan letih. Tetapi dalam kelelahan mereka, masih selalu terselip doa, agar semua baik-baik saja. Dan untuk murid-murid mereka, selalu ada doa untuk kesuksesannya, sampai hampir lupa untuk mendoakan diri mereka sendiri. Semoga Alloh senantiasa memberikan kekuatan, kelurusan, dan ketenangan dalam kehidupan mereka. Amiin.




Duch...Ustadzah sedang berpose nie yeee...lha murid-muridnya mana???koq gak d'ajak sekalian.... eh Ustadznya mana ya?

17 Oktober 2010

TV dan Game Berdampak Buruk bagi Anak


Judul Asli : Terlalu Lama di TV dan Game Berdampak Buruk pada Anak
Sumber : Hidayatulloh.com
Membiarkan anak terlalu lama nongkrong di depan TV berdampak buruk pada segi psikologis dan hubungan sosialnya


Hidayatullah.com (Thursday, 14 October 2010) Berapa lama waktu dihabiskan anak Anda berlama-lama di layar TV dan nonton game? Nah, sebaiknya para orangtua berhati-hati memberikan waktu tepat bagi anak untuk menonton TV dan bermain game. Penelitian terbaru menunjukkan, lebih dari dua jam sehari menonton televisi ataupun bermain "video game" di komputer dapat memberikan risiko yang lebih besar bagi anak-anak pada masalah kejiwaan apapun tingkat aktivitas mereka, demikian menurut sebuah penelitian di Inggris pada Selasa (12/10).

Para peneliti dari Universitas Bristol meneliti, lebih dari 1.000 anak kecil yang berumur sepuluh hingga 11 tahun. Selama lebih dari tujuh hari, mereka mengisi kuesioner yang menanyakan intensitas waktu yang mereka habiskan sehari-hari di depan televisi atau komputer dan menjawab pertanyaan yang menjelaskan keadaan jiwa mereka, termasuk emosi, tingkah laku, dan masalah yang bersangkutan lainnya sementara sebuah pengukur tingkah laku (accelerometer) memantau aktivitas fisik mereka.

Jumlah selisih kerumitan kejiwaan secara signifikan sebanyak sekitar 60 persen lebih tinggi bagi anak kecil yang menghabiskan waktu lebih dari dua jam selama satu hari di depan salah satu layar tersebut, dibandingkan dengan mereka yang menonton pada waktu yang lebih sedikit, kata laporan para peneliti di dalam jurnal Pediatrics.

Angka selisih tersebut menjadi berlipat bagi anak kecil yang menghabiskan waktu lebih dari dua jam di depan kedua jenis layar tersebut selama sehari. Para peneliti menemukan hasil ini tanpa memerhatikan jenis kelamin, umur, tingkat pubertas, atau tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi dan tidak memantau keaktifan anak tersebut selama sisa harinya.

"Kami mengerti aktivitas fisik baik bagi kesehatan jiwa dan tubuh pada sang anak dan terdapat beberapa bukti bahwa menonton layar itu mengakibatkan kelakuan yang negatif," ujar Dr. Angie Page kepada Reuters Health.

"Namun hal itu masih belum jelas apakah tingkat aktivitas fisik akan "mengimbangi" tingginya tontonan pada layar itu bagi anak kecil." Para peneliti menemukan masalah kejiwaan jauh meningkat jika anak kecil mengalami pelatihan sehari-hari mulai dari tingkat yang sedang hingga ketat selama kurang dari satu jam atas meningkatnya tontonan pada layar itu.

Sulit bersosialisasi

Bagaimanapun, aktivitas fisik tidak hadir untuk mengimbangi konsekuensi kejiwaan pada waktu tontonan layar itu. Para peneliti mengatakan waktu yang tetap juga tidak berhubungan dengan mental kelakuan yang baik.

"Tampaknya lebih kepada apa yang kamu lakukan pada waktu tetap itu yang menjadi penting," ujar Page, menjelaskan kurangnya dampak negatif ditemukan pada kegiatan seperti membaca dan melakukan pekerjaan rumah.

Terlalu lama membiarkan anak nongkrong di depan televisi berdampak buruk pada segi psikologis dan hubungan sosialnya. Demikian diungkapkan Ilmuwan Universitas melalui jurnal Pediatrics AS, Senin (11/10).

Dijelaskan para peneliti, anak yang asyik menonton TV atau bermain game lebih dari dua jam sehari mengalami kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya. Selain itu, mereka juga dikhawatirkan mengalami masalah psikologis mulai dari emosional yang labil, terlalu aktif bergerak sendiri atau hiperaktif, hingga tidak menyukai tantangan.


"Alhasil, mereka lebih suka menyendiri ketimbang berkumpul dengan kawan atau keluarga," tegas para peneliti.
Universitas yang didirikan sejak 1909 itu juga mengingatkan para orangtua, agar mengontrol penggunaan fasilitas media digital tersebut. Mereka diingatkan untuk memberikan berbagai aktivitas fisik terhadap anak, guna menangkal dampak negatif TV, seperti mengikuti klub olahraga basket, dan softball.

"Dengan berolah raga, anak belajar berinteraksi sosial, serta melatih seluruh otot dan syarafnya," kata para peneliti. "Penelitian ini berdasarkan survei terhadap 1.013 anak antara 10 tahun hingga 11 tahun, yang dilengkapi dengan alat ukur accelerometer di pinggangnya."

6 Oktober 2010

Elly Risman: Pornografi Rusak Otak Anak

Anak yang mengakses pornografi, lalu mengalami kecanduan (adiksi), otaknya akan menciut


Penanganan terhadap kasus pornografi yang terus terjadi dinilai tidak menggigit. Padahal, pornografi memiliki efek negatif yang tak kalah parah dengan terorisme dan narkoba. Hal itu dikatakan Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman belum lama ini.

Pemerintah terkesan bergerak sangat cepat ketika terjadi kasus terorisme yang menewaskan sejumlah korban dengan membentuk tim Detasemen Khusus Anti Teror (Densus 88). Begitu juga ketika merespon masalah narkoba, pemerintah langsung membentuk Badan Narkotika Nasional.

Tapi, lanjut Elly, dengan masalah pornografi, pemerintah hingga saat ini seolah diam dan belum melakukan upaya penanggulangan secara signifikan.

Padahal, dengan tegas Elly mengatakan, anak remaja yang melihat pornografi setidaknya merusak lima bagian otak.

"Anak yang mengakses pornografi lalu mengalami kecanduan (adiksi), otaknya akan menciut. Sebab, ada hormon-hormon kenikmatan, begitu juga dengan hormon lainnya secara berlebihan keluar karena anak berkonsentrasi merasakan kenikmatan. Kalau sudah begitu, sifat kemanusiaannya bisa rusak dan berganti dengan sifat kebinatangan," katanya kepada hidayatullah.com.

Karena itu, Elly meminta agar pemerintah tidak hanya konsen, tapi juga komitmen dan terus-menerus dalam menangani kasus pornografi. "Jangan hitung berapa uang yang dibutuhkan, sebab ini menyangkut masa depan bangsa secara menyeluruh," tegasnya.

"Video porno sudah banyak beredar, termasuk di media, baik cetak maupun elektronik, sehingga dapat merusak masa depan remaja kita," ujarnya.
Sumber : www.hidayatullah.com ; Tuesday, 22 June 2010 12:18

29 September 2010

Seni Mendidik Buah Hati

Dewasa ini, banyak orangtua yang salah kaprah di dalam mendidik anak-anaknya

SECARA umum, seluruh orangtua pasti meminginginkan buah hatinya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Siapa pun dia, sebagai orangtua pasti menharapkan hal tersebut. Seorang pejudi, tentu akan suka ketika ia mengetahui anaknya menjadi penjudi. Seorang pencuri, sangat tidak mungkin memiliki cita-cita, agar anaknya menjadi pelanjut perilaku buruknya, begitu pula terhadap kasus-kasus yang lain.

Islam memandang anak itu sebagai asset masa depan, yang akan penyuplai pahala bagi orangtuanya. Dan itu akan terwujud, apa bila orangtua sukses menghantarkan mereka menjadi pribadi-pribadi yang shaleh dan shalehah, yang senantiasa mentaati Allah dan Rosul-Nya. Rosulullah bersabda, “Ketika anak adam meninggal, maka terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga perkara; shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh, yang senantiasa mendoakan orangtuanya," (Al-Hadits).

Untuk melangkah ke sana, maka peran orangtua dalam mendidik anaknya semasa dini sangat berperan penting bagi pertumbuhan karakter mereka. Ingat, orangtua adalah guru pertama setiap bani adam, sebelum mereka menempuh bangku sekolah. Karenanya, pada masa ini sangat penting mengarahkan mereka menjadi sosok yang berkepribadian muslim sejati.

Namun sayangnya, khususnya dewasa ini, yang lebih dikenal dengan gaya hidup yang konsumtif lagi hidonis, banyak orangtua yang salah kaprah di dalam mendidik anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka memperlakukan anak-anak mereka bak raja yang selalu dituruti kemauannya, tanpa mempertimbangkan tanpa mempertimbangkan nilai positif dan negatif.

Ada lagi di antara mereka yang disibukkan dengan urusan bisnis –yang katanya- demi masa depan anak-anak. Baby sitter dijadikan wakil mereka di dalam membangun karakter anak, padahal, belum lah tentu, pengasuh bayi tersebut akan mengarahkan anak-anak sesuai dengan apa yang kita inginkan (berbudi mulia). Maka jangan salahkan siapa-siapa, bila kemudian hari para orangtua memetik buah yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena pola pendidikan yang mereka (orangtua) terapkan sendiri.

Tengoklah di sekitar kita, betapa banyak anak orang kaya, pejabat, yang terjerumus dalam dunia gelap, diskotik, narkotika, dan lain sebagainya, karena mempraktekkan pola pendidikan yang demikian.

Sebagai orangtua, tentulah hatinya akan miris melihat kenyataan demikian. Sebelum hal tersebut terjadi pada keluarga kita, atau untuk menyetop itu semua, maka, sebagai orangtua, mari kembali kita perhatikan pendidikan anak-anak kita lebih intens, dan tentunya sesuai dengan tuntunan yang telah dicontohkan oleh Rosulullah, sebagai suri tauladan kita dalam segala hal.Dan di bawah ini beberapa seni islami, yang yang telah dicontohkan oleh Rosulullah dalam membimbing anak-anak beliau, sahabat-sahabat beliau, sehingga menjadi pribadi-pribadi yang mulia, yang berakhlakul karimah, sekelas Ali bin Abi Thalib, dan putri beliau sendiri, Fathimah:

1. Memberi Teladan

Memberi teladan yang baik kepada anak, merupakan suatu keharusan bagi orangtua yang ingin anaknya tumbuh sebagai orang yang berperilakuan baik. Sebab, bagaimanapun juga, sebagai anak, tentu mereka akan bercermin kepada tingkah laku orangtuanya di dalam bertindak. Jangan sampai, larangan yang kita berikan secara verbal, justru bertolak belakang dengan perbuatan kita. hal ini lah –terkadang- yang menyebabkan turunnya wibawah orangtua di mata anak. “ayah/ibu sendiri kayak gitu”. Bantahan-bantahan seperti ini menunjukkan akan adanya degradasi martabat orangtua di mata anak. Hal ini akan terjadi ketika orangtua tidak mampu memberikan teladan terhadap apa yang ia ucapkan sendiri.

Ingat ada pepatah yang mengatakan, “kalaamul haali afshahu min kalaamil lisaani”, ucapan dengan tindakan, itu lebih fasih (mengena) dari pada dengan lisan. Rosulullah sendiri, banyak mendidik sahabat-sahabatnya, istri-istri, anak-anaknya, dengan memberi teladan, tanpa harus mengeluarkan kata. Dan itu bisa kita lihat, pada hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat dengan redaksi, raaitu (aku melihat), sami’tu (aku mendengar). Dan salah satu dari hadits tersebut adalah sebagaimana yang ditriwayatkan oleh ‘Adurrahman bin Abi Bakrah, bahwa ia berkata pada ayahnya, “Wahai ayahku, sesungguhnya aku mendengar engkau setiap pagi berdo’a: allahumma ‘aafini fii badanii, allahumma ‘aafinii fii sam’ii, allahumma ‘aafinii fii basharii, walaa ilaaha illan anta (ya Allah, sehatkanlah badanku. Ya Allah sehatkanlah penglihatanku, ya Allah sehatkanlah badanku. Tiada Tuhan kecuali Engkau). Yang engkau ulang tiga kali pada pagi hari dan tiga kali pada sore hari”. Ia (ayahnya) menjawab: “sungguh aku telah mendengar Rosulullah Shalallahu ‘alaihi wasallama, berdo’a dengan kata-kata ini. oleh karena itu, aku senang mengikuti sunnah-sunnahnya. (H.R. Abu Daud)

2. Bercerita

Sungguh sepertiga dari isi Al-Quran itu adalah berisi tentang kisah-kisah nyata orang terdahulu. Dan tidak lain tujuannya, agar supaya umat manusia mengambil pelajaran dari mereka, baik dari golongan yang mulia, ataupun dari mereka yang dimurkai. Simaklah firman Allah, “sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi mereka yang memiliki akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat. Akan tetapi, membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya yang menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (Yunus: 111).

Selain memberi tauladan, menceritakan kisah-kisah orang shaleh, sukses, dermawan, dll, merupakan seni mendidik yang sangat baik bagi pertumbuhan karakter mulia pada diri anak-anak. Nasehat yang kita berikan dengan pola demikian, akan lebih mudah bagi mereka untuk mencernanya. Cara mendidik model ini, pun telah dipraktekkan oleh Rosulullah dalam membina ummatnya. Sebab itu, orangtua dituntut untuk memiliki segudang kisah-kisah dan mampu mengemasnya dengan baik. Hadits yang menjelaskan tentang dimasukkannya seorang pelacur ke dalam surga karena menyelamatkan seekor anjing yang kehausan adalah di antara buktinya.

3. Menyertai Bermain

Di tengah kehidupan yang menjadikan harta sebagai setandar kebahagiaan seperti saat ini, tak jarang orangtua lebih memilih untuk meningggalkan anaknya, demi meniti karer, atau bisnisnya. Apapun alasan yang mendasari keputusan mereka tersebut, tentu tidak serta merta dibenarkan. Anak memiliki hak untuk ditemani berjengkrama. Jangan sampai, karena alasan bisnis, orangtuanya membiarkan anaknya tergilas moralnya, karekternya oleh lingkungan sekitar, baik itu teman mainnya, ataupun tontonan yang ia lihat dari layar kaca.

Kasus video yang memperlihatkan seorang bocah asal Malang yang berinisial S.A.S, yang tengah menyeruput kopi dan rokok, serta ‘disempurnakan’ dengan omelan-omelan cabulnya beberapa waktu lalu, setidaknya bisa dijadikan pelajaran, betapa turut-sertanya orangtua dalam setiap kegiatan mereka, sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian yang shaleh/shalehah.

Perhatikan penuturan Abu Sufyan berikut ini mengenai urgensi orangtua dalam menyertai anaknya bermain. Dari Abi Sufyan, ia berkata: Saya datang ke rumah mu’awiyah ketika ia bersandar, sedangkan punggung dan dadanya digelayuti seorang anak laki-laki atau anak perempuan. Saya berkata: “singkirkanlah anak ini dari dirimu, wahai amirul mukminin!” ia menjawab: “saya mendengar Rosulullah pernah bersabda: ‘barang siapa yang memiliki anak kecil, hendaklah ikut bermain-main dengannya.” (H.R. Ibnu Asakir).

4. Menciptakan Kondisi Untuk Berbuat Baik

Ada pepatah yang mengatakan, “belajar di waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu.”. secara tersirat, pribahasa ini memeberi tahu kita, bahwa mengarahkan anak yang masih berusia dini untuk menjadi sosok yang berakhlakul karimah, itu relatif lebih mudah, ketimbang mereka yang sudah ‘kadar luarsa’. Sebab itu, orangtua harus mampu menciptakan kondisi agar anak tertarik untuk berbuat baik.

Sebagai contoh, ketika orangtua tekun beribadah, berakhlakul karimah, membantu yang lemah, maka secara tidak langsung, mereka telah menciptakan suatu kondisi yang positif untuk anak-anak mereka, agar melaksanakan apa-apa yang mereka (orangtua) kerjakan. Hal inilah yang dituntunkan oleh Rosulullah kepada para sahabatnya. Sabda beliau yang disampaikan oleh Abu Hurairah, bahwasanya Rosulullah saw bersabda, “bantulah anak-anakmu untuk dapat berbakti (kepada orangtuanya) bagi siapa yang ingin anak-anaknya tidak durhaka ke pada mereka (orangtua) (HR. Thabrani).

5. Menanamkan Kebiasaan Baik

Suatu hari, Abdullah bin Mas’ud sedang berkumpul-kumpul dengan sahabat-sahabat senior, yang pernah bersua dengan Rosulullah. Di tengah-tengah pembicaraan mereka, Abdullah bin Mas’ud bertutur tentang bagaimana memperlakukan anak-anak, “biasakanlah mereka dengan perbuatan baik, karena sesungguhnya kebaikan itu dengan membiasakannya”.

Suatu perbuatan, apa bila itu telah menjadi kebiasaan, maka ia akan berubah menjadi karakter bagi si-pelaku. Karenanya, kita harus membiasakan putra-putri kita untuk berbuat baik sedari dini mungkin, sehingga, kebiasaan-kebiasaan positif yang telah tertanam sejak kecil, benar-benar tertancap pada jiwa mereka, yang kemudian menjelma menjadi karakter pribadian. Akhirnya, jadilah ia sosok yang memiliki jiwa yang luhur, lagi terpuji.

6 Mencontohkan Figur Yang Benar

Seiring dengan derasnya laju perkembangan zaman yang tak terkontrol saat ini, tak jarang membuat anak-anak tertarik untuk mengidolakan sosok yang sebenarnya kurang patut untuk dijadikan idola/figur. Acara-acara di TV, kini juga sedang menggiring mereka untuk memilih para idola yang tolak ukurnya bukan kepada akhlak mereka, namun lebih dipacu kepada mereka yang memiliki ketenaran secara publik, sekalipun akhlak mereka busuk. Hal yang demikian ini, tentu sangat membahayakan bagi kepribadian anak-anak. Kenapa? Sebagai pengidola, tentulah mereka akan melacak segala hal yang berkaitan denga si-idola, bahkan, bukan suatu yang tak mungkin mereka akan meniru apa yang mereka dapatkan, sekalipun hal tersebut sesuatu yang tercela.

Karenanya, sebagai orangtua, sepantasnya memilihkan figur yang baik bagi anak-anak mereka, sehingga tidak salah pilih. Para nabi, sahabat, ulama adalah sosok yang patut diteladani.

Berkaitan dengan hal memilih figur, Syaidina Ali pernah berkata, “Didiklah anak-anak kamu sekalian dengan tiga sifat yang baik, yaitu: cinta kepada Nabimu (Muhammad), cinta kepada anggota keluarganya, dan cinta untuk membaca Al-Quran.” (HR. Thabrani dan Ibnu Najjar)

7. Santun

Tak jarang orangtua karena kesal terhadap perilaku anak-anaknya yang bertentangan dengan apa yang mereka (orangtua) inginkan, bentakanpun akhirnya meluncur pada anak bani adam yang masih polos-polos ini. bahkan, terkadang, tanganpun ikut ‘berbicara’ dengan cara menjewer, mencubit, dan lain sebagainya.

Cukuplah sabda rosulullah di bawah ini, mengajak kita untuk mendidik anak dengan cara santun, sesantun-santun mungkin. Dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulaimi, ia berkata: ketika aku shalat bersama Nabi, tiba-tiba ada seorang dari kaum itu bersin, lalu aku berkata: ‘Yarhamukallah!’ (semoga Allah menghormatimu’) orang-orang pun melemparkan pandangannya kepadaku. Akupun berkata: ‘sialan ibu! Mengapa kalian memandangku? Mu’awiyah berkata: ‘lalu mereka memukulkan tangan mereka pada pahanya, yang kami duga mereka menyuruh diam, maka akupun diam. Tatkala Nabi selesai shalat, demi ayah dan ibuku, aku belum pernah melihat seorang guru sebelum dan sesudahnya yang teramat baik pengajarannya, kecuali Nabi saw. Demi Allah, beliau tidak pernah merendahkan aku, dan mencelaku, namun beliau bersabda: “Sesungguhnya shalat itu tidak patut dicampur dengan omongan manusia. Tidak lain sholat itu melainkan bertasbih, bertakbir, dan membaca Al-Quran atau kata yang serupa itu.”(HR. Ahmad, Muslim, Nasa’I, dll.)

8. Memberi Dorongan dan Peringatan.



Cinta seorang muslim terhadap anaknya, bukanlah cita yang buta, akan tetapi, justru kecintaannya tersebut mampu menghantarkan keduanya lebih kenal dan cinta kepada Allah. inilah cinta hakiki seorang ayah/ibu yang taat beragama kepada anaknya. Sebab itu, mereka senantiasa memberi dorongan kepada anaknya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan menegurnya ketika lalai, ataupun sebagainya.

Selaras denga hal ini, ada sebuah riwayat yang menyatakan, dari Watsilah bin Asqa’, sesungguhnya Rosulullah saw, menemui Utsman bin Mazh’un yang sedang bersama salah seorang anak kecilnya yang laki-laki dan anak tersebut diciumnya. Nabi saw. Bertanya kepadanya: “Apakah ini anak laki-lakimu?” ia menjawa “ya” kembali Nabi bertanya “Engkau mencintainya wahai Utsman?’ ia berkata “ demi Allah wahai Rosulullah, saya mencintainya” Nabi bersabda “maukah engkau aku tunjukkan agar engkau lebih mencintai dia?” ia berkata” baiklah, ya Rosulullah” Nabi bersabda “barang siapa yang membuat senang hati anak kecil dari keturunannya hingga dia menjadi senang, maka Allah akan menjadikan ia senang pada hari kiamat sampai orangtua itu senang.” (HR. Ibnu Asakir).

Demikianlah di antara seni dalam mendidik anak, agar mereka tumbuh sebgai Qurratul ‘ayun (yang menyejukkan hati) karena menyaksikan ketaatan mereka kepada Allah dan Rosul-Nya. Wallahu ‘alam bia-shawab.
Sumber : http://www.hidayatullah.com

25 September 2010

Korp Sekuriti SD Plus Rahmat


Kami selalu siap menjalankan tugas yang diembankan kepada kami. Tetapi sebagai manusia kami juga tidak luput dari kesalahan. Untuk itu tidak lupa kami menyampaikan ucapan
"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431H, Mohon Maaf Lahir dan Batin"

Jadi Guru Yuk...!

Tidak jauh berbeda dengan membangun rumah ! Perlu material kualitas yang baik (jika tidak bisa yang terbaik), rancang bangun yang kuat dan indah, serta tukang-tukang profesional tetapi dana dapat ditekan seminimal mungkin (yang benar seoptimal mungkin). Begitu pula dengan membangun sebuah generasi. Jika menginginkan generasi dengan kualitas unggul, maka harus menyediakan media pendukung yang terbaik pula.
Uniknya, sedikit berbeda dengan konstruksi bangunan yang dapat diukur hasilnya secara matematis dan 99% pasti (yang satu persen post major), maka membangun generasi tidak dapat dipastikan hasilnya. Terlalu banyak variabel (faktor-faktor) yang mendeterminasi untuk mendukung ataupun merusak hasil yang ingin dicapai. Yang lebih penting lagi sangat berkebalikan dengan fisik bangunan yang cenderung sebagai obyek, sebuah generasi lebih ‘agak’ diperlakukan sebagai ‘subyek’.
Jadi generasi yang bagaimanakah yang kita inginkan. Lalu seberapa kuat keinginan kita membangun generasi tersebut. Kemudian seberapa mampu kita menyediakan media-media yang mampu mengarahkan sebuah generasi sesuai dengan cita-cita kita. (Sekali lagi) Yang lebih penting, seberapa shabar kita menggarap ‘GARAPAN’ yang tidak pernah selesai itu bahkan sampaipun kita mati. Apalagi dengan label “ISLAM” dengan sebutan “GENERASI SHOLEH” diembel-embeli lagi dengan “CERDAS” serta “KREATIF”.

Begitu panjangnya membahas material dan media, maka tidak ada ruginya kita mengulas satu sisi saja yaitu guru (yang ‘katanya’ singkatan dari digugu dan ditiru) sebagai bagian utama proyek membangun generasi.
Sejenak perlu kita mengingat sabda Rosululloh, “Kullu mauludin yuladun ‘alal fitrah, fa abawahu ay yuhawidanihi, au yumajisanihi, au yunasironihi” Tiap-tiap anak yang dilahirkan berada dalam keadaan fitrah, maka orang tuanya yang menjadikannya yahudi, majusi atau nasrani.

Dari hadits beliau tersebut, menunjukkan betapa pembentuk pertama dan utama generasi adalah orang tuanya (dan atau walinya). Rumus itu tidak pernah berubah hingga akhir zaman. Bagaimana dengan lingkungan, guru dan sekolah ? Orang tuanyalah yang memberikan lingkungan, mencarikan guru serta menempatkan dia sekolah.
Mungkin urutan kejadian sebenarnya adalah orang tua adalah “guru utama” kemudian dia memberikan kepada anaknya tugas belajar di lingkungan sekitarnya dengan memberi berbagai arahan. Disamping itu ia menugasi seorang asistennya yang bernama ‘guru di sekolah’ untuk mengajar di lingkungan yang lain yang bernama sekolah. Mestinya kalau asistennya kurang ‘oke’ dalam bekerja tentu ‘guru utama’ perlu memberi perhatian atau bahkan menegur agar dapat terjadi proyek ‘pembangunan’ berjalan sebagaimana yang diinginkan dan disepakati. Proses ini begitu penting terjadi supaya arahan utama pembelajaran sesuai dengan keinginan guru utama dan sinkron dengan asistennya. Mendiskusikan, menyelesaikan permasalahan, merencanakan segala aspek dan lain-lain menjadi bagian dari proyek ‘pembentukan generasi’. Sangat butuh ketekunan dan keshabaran. Bahkan saat ini perlu ‘extra shabar’.
Lalu, bagaimana kiranya jika ada pertanyaan yang berbunyi “bagaimana jika guru utama yang kurang ‘oke’ dalam bekerja dalam proyek pembangunan, apa asistennya perlu menegur?
Kalau itu yang ditanyakan, jawaban saat ini, sebagaimana lagu Ebiet (yang seperti orang sedang putus asa) solusinya ya mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang. Tetapi jika kita shabar untuk mencari jawabannya suatu saat kita pasti akan menemukan solusinya. InsyaAlloh.

11 Juli 2010

Muqaddimah

Assalaa'mualaikum wa rohmatulloohi wa barokaatuh

Hari ini SD Plus Rahmat mencoba memulai kembali tradisi memanfaatkan teknologi informasi sebagai bagian dari sarana pembelajaran bagi civitas akademikanya. setelah sekian lama disibukkan oleh kegiatan internal maupun eksternal yang sangat menyita waktu, TIM ICT SD Plus Rahmat mulai ditata ulang dan direstrukturisasi. Semoga upaya ini dapat berjalan dengan lancar ke depan.

Kami mohon doa restu dan masukannya. Terima kasih, syukron katsiiron wa jazakmulloohu khoiron.

Wassalaamu'alaikum wa rohmatulloohi wa barokaatuh