Sukseskan Pelaksanaan Kurikulum 2013, untuk Pendidikan Indonesia yang Berkualitas

17 Oktober 2010

TV dan Game Berdampak Buruk bagi Anak


Judul Asli : Terlalu Lama di TV dan Game Berdampak Buruk pada Anak
Sumber : Hidayatulloh.com
Membiarkan anak terlalu lama nongkrong di depan TV berdampak buruk pada segi psikologis dan hubungan sosialnya


Hidayatullah.com (Thursday, 14 October 2010) Berapa lama waktu dihabiskan anak Anda berlama-lama di layar TV dan nonton game? Nah, sebaiknya para orangtua berhati-hati memberikan waktu tepat bagi anak untuk menonton TV dan bermain game. Penelitian terbaru menunjukkan, lebih dari dua jam sehari menonton televisi ataupun bermain "video game" di komputer dapat memberikan risiko yang lebih besar bagi anak-anak pada masalah kejiwaan apapun tingkat aktivitas mereka, demikian menurut sebuah penelitian di Inggris pada Selasa (12/10).

Para peneliti dari Universitas Bristol meneliti, lebih dari 1.000 anak kecil yang berumur sepuluh hingga 11 tahun. Selama lebih dari tujuh hari, mereka mengisi kuesioner yang menanyakan intensitas waktu yang mereka habiskan sehari-hari di depan televisi atau komputer dan menjawab pertanyaan yang menjelaskan keadaan jiwa mereka, termasuk emosi, tingkah laku, dan masalah yang bersangkutan lainnya sementara sebuah pengukur tingkah laku (accelerometer) memantau aktivitas fisik mereka.

Jumlah selisih kerumitan kejiwaan secara signifikan sebanyak sekitar 60 persen lebih tinggi bagi anak kecil yang menghabiskan waktu lebih dari dua jam selama satu hari di depan salah satu layar tersebut, dibandingkan dengan mereka yang menonton pada waktu yang lebih sedikit, kata laporan para peneliti di dalam jurnal Pediatrics.

Angka selisih tersebut menjadi berlipat bagi anak kecil yang menghabiskan waktu lebih dari dua jam di depan kedua jenis layar tersebut selama sehari. Para peneliti menemukan hasil ini tanpa memerhatikan jenis kelamin, umur, tingkat pubertas, atau tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi dan tidak memantau keaktifan anak tersebut selama sisa harinya.

"Kami mengerti aktivitas fisik baik bagi kesehatan jiwa dan tubuh pada sang anak dan terdapat beberapa bukti bahwa menonton layar itu mengakibatkan kelakuan yang negatif," ujar Dr. Angie Page kepada Reuters Health.

"Namun hal itu masih belum jelas apakah tingkat aktivitas fisik akan "mengimbangi" tingginya tontonan pada layar itu bagi anak kecil." Para peneliti menemukan masalah kejiwaan jauh meningkat jika anak kecil mengalami pelatihan sehari-hari mulai dari tingkat yang sedang hingga ketat selama kurang dari satu jam atas meningkatnya tontonan pada layar itu.

Sulit bersosialisasi

Bagaimanapun, aktivitas fisik tidak hadir untuk mengimbangi konsekuensi kejiwaan pada waktu tontonan layar itu. Para peneliti mengatakan waktu yang tetap juga tidak berhubungan dengan mental kelakuan yang baik.

"Tampaknya lebih kepada apa yang kamu lakukan pada waktu tetap itu yang menjadi penting," ujar Page, menjelaskan kurangnya dampak negatif ditemukan pada kegiatan seperti membaca dan melakukan pekerjaan rumah.

Terlalu lama membiarkan anak nongkrong di depan televisi berdampak buruk pada segi psikologis dan hubungan sosialnya. Demikian diungkapkan Ilmuwan Universitas melalui jurnal Pediatrics AS, Senin (11/10).

Dijelaskan para peneliti, anak yang asyik menonton TV atau bermain game lebih dari dua jam sehari mengalami kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya. Selain itu, mereka juga dikhawatirkan mengalami masalah psikologis mulai dari emosional yang labil, terlalu aktif bergerak sendiri atau hiperaktif, hingga tidak menyukai tantangan.


"Alhasil, mereka lebih suka menyendiri ketimbang berkumpul dengan kawan atau keluarga," tegas para peneliti.
Universitas yang didirikan sejak 1909 itu juga mengingatkan para orangtua, agar mengontrol penggunaan fasilitas media digital tersebut. Mereka diingatkan untuk memberikan berbagai aktivitas fisik terhadap anak, guna menangkal dampak negatif TV, seperti mengikuti klub olahraga basket, dan softball.

"Dengan berolah raga, anak belajar berinteraksi sosial, serta melatih seluruh otot dan syarafnya," kata para peneliti. "Penelitian ini berdasarkan survei terhadap 1.013 anak antara 10 tahun hingga 11 tahun, yang dilengkapi dengan alat ukur accelerometer di pinggangnya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar